Makalah ISD "Agama dan Masyarakat"
04.04
ILMU SOSIAL DASAR
AGAMA DAN MASYARAKAT
Dosen : Mutiara.SIKOM
Disusun Oleh :
Ahmad Fiqih
Haikal 50415334
Dean Gusti Azmi 51415629
Muhamad Zulfikar
Ali 54415440
Yulistiani 57415609
Teknik Informatika
Universitas Gunadarma
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami
panjatkan kehadirat Allah swt. karena atas rahmat dan karunia-Nyalah sehingga
kami dapat menyelsaikan makalah yang berjudul Masyarakat dan Agama dengan baik
dan tepat pada waktunya. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Sosial Dasar.
Dalam makalah ini kami
membahas hal hal yang menyangkut tentang fungsi agama, kelembagaan agama,
hingga contoh-contoh dan kaitannya dengan konflik yang ada dalam agama dan
masyarakat.
Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan
dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Depok, 20
Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 3
2.1. Fungsi Agama................................................................................................................. 3
2.2. Pelembagaan Agama....................................................................................................... 5
2.3. Agama, Konflik dan Masyarakat.................................................................................... 8
BAB III PENUTUP.............................................................................................................. 14
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................... 14
3.2 Saran................................................................................................................................ 14
Daftar Pustaka....................................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kaitan agama
dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi
penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi
rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan
maut menimbulkan religi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman
agamanya para tasawuf. Bukti diatas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan
tempat mencari makna hidup yang final. Kemudian pada urutannya agama yang
diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosial
dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, dimana pengalaman keagamaan
akan terefleksikan pada tingkatan sosial, dan individu dengan masyarakat seharusnya
tidak bersifat antagonis.
Membicarakan
peranan agama dalam kehidupan sosial menyangkut dua hal yang sudah tentu
hubungannya erat, memiliki aspekaspek yang terpelihara. Yaitu pengaruh dari
citacita agama dan etika agama dalam kehidupan individu dari kelas sosial dan
grup sosial, perseorangan dan kolektivitas, dan mencakup kebiasaan dan cara
semua unsur asing agama diwarnainya. Yang lainnya juga menyangkut organisasi
dan fungsi lembaga agama sehingga agama dan masyarakat itu berwujud
kolektivitas ekspresi nilainilai kemanusiaan, yang mempunyai seperangkat arti
mencakup perilaku sebagai pegangan individu dengan kepercayaan dan taat kepada
agamanya. Agama sebagai suatu sistem mencakup individu dan masyarakat, seperti
adanya emosi keagamaan, keyakinan terhadap sifat faham, ritual, serta umat atau
kesatuan sosial yang terkait agamanya. Agama dan masyarakat dapat pula
diwujudkan dalam sistem simbol yang memantapkan peranan dan motivasi
manusianya, kemudian terstrukturnya mengenai hukum dan ketentuan yang berlaku
umum, seperti banyaknya pendapat agama tentang kehidupan dunia seperti masalah
keluarga, bernegara, konsumsi, produksi, hari libur, prinsip waris, dan sebagainya.
Kebutuhan dan
pandangan kelompok terhadap prinsip keagamaam berbedabeda. Karena itu
kebhinekaan kelompok dalam masyarakat akan mencerminkan perbedaan jenis
kebutuhan keagamaan.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun
permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah
“Hubungan Manusia dengan Agama”.
Untuk memberikan
kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini
masalahnya dibatasi pada :
1.
Pengertian agama
dan masyarakat serta fungsi agama dalam masyarakat
2.
Dimensi Komitmen
Agama dalam Masyarakat
3.
Kaitan Agama
dengan Masyarakat
4.
Pelembagaan
Agama
5.
Faktor yang
menyebabkan adanya konflik agama
6.
Contoh konflik
agama
7.
Cara
mengantisipasi konflik agama.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Fungsi Agama dalam Masarakat
2.1.1. Pengertian
Agama dan Masyarakat
Agama menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada
Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian
dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut. Sedangkan Agama
di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan
dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila : “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Masyarakat
sebagai terjemahan istilah society adalah sekelompok orang yang membentuk
sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah
antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat"
sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah
masyarakat adalah suatu jaringan hubungan hubungan antar entitasentitas.
Masyarakat
adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain).
Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup
bersama dalam satu komunitas yang teratur. Menurut Syaikh Taqyuddin AnNabhani, sekelompok
manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran,
perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut,
manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.
2.1.2. Fungsi Agama
Fungsi agama dalam
masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari, yaitu kebudayaan,
sistem sosial, dan kepribadian.
Teori fungsional dalam
melihat kebudayaan pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu berwujud suatu
kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sistem
sosial yang terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi,
berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain, setiap saat mengikuti pola-pola
tertentu berdasarkan adat tata kelakuan, bersifat kongkret terjadi di
sekeliling.
Fungsi agama dalam
pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun
dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral
mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat
duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi.
Ø Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu,
di mana agama menciptakan suatu ikatan
bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa mayarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang
membantu mempersatukan mereka.
Ø Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah
individu, pada saat dia tumbuh menjadi
dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum
untuk (mengarahkan) aktivitasnya
dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua
di mana pun tidak mengabaikan upaya
“moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa
hidup adalah untuk memperoleh
keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan
tersebut harus beribadat dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan berdoa
setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup secara sederhana,
menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak berbuat yang senonoh dan
mengacau, tidak minum-minuman keras, tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan
tidak berjudi. Maka perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten
dengan suara hatinya.
2.1.3. Dimensi Agama
Masalah
fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih mudah pada komitmen agama, menurut
Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman,
pengetahuan, dan konsekuensi.
a.
Dimensi
keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa
ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran
agama.
b.
Praktek agama
mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan untuk
melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini menyangkut, pertama, ritual, yaitu
berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, dan perbuatan
mulia. Kedua, berbakti tidak bersifat formal dan tidak bersifat publik
serta relatif spontan.
c.
Dimensi pengalaman
memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai perkiraan tertentu, yaitu orang yang
benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan yang langsung
dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan, meskipun singkat,
dengan suatu perantara yang supernatural.
d.
Dimensi
pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap religius akan memiliki informasi
tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara keagamaan, kitab suci, dan
tradisi-tradisi keagamaan mereka.
e.
Dimensi
konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku
perseorangan dan pembentukan citra
pribadinya.
2.2.
Pelembagaan Agama
2.2.1. Hubungan
Agama dengan Masyarakat
Telah kita ketahui
Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang juga berhubungan
dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia dapat
dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan
budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat
hindu Bali yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.Hal ini
membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai patokan
utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan melestarikan
kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar dalam
melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah agama
dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara.
Selain itu ada juga
hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya hubungan agama dalam
kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan
yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain.
Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan
yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat
membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita
agar tidak diakui oleh negara lain.
Namun sekarang ini
agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya
memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama tersebut. Dan di
Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan mulai
mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari
banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan
pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat
di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis,
tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.
Tipe-Tipe Kaitan Agama dalam Masyarakat
:
Kaitan agama dengan
masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan
sebenarnya secra utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954) :
1.
Masyarakat yang
terbelakang dan nilai-nilai sakral.
Masyarakat tipe ini
kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyrakat menganut agama yang sama.
Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan
adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain.
Sifat-sifatnya :
Agama memasukkan
pengaruhnya yang sacral ke dalam system nilai masyarakat secra mutlak.
Dalam keadaan lain
selain keluarga relatif belum berkembang, agama jelas menjadi fokus utama bagi
pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat secara keseluruhan.
2.
Masyarakat
praindustri yang sedang berkembang.
Keadaan masyarakatnya
tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi darpada tipe
pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada system nilai dalam tiap
mayarakat ini, tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sacral dan yang
sekular itu sedikit-banyaknya masih dapat dibedakan.
3.
Masyarakat- masyarakat
industri sekular
Masyarakat industri
bercirikan dinamika dan teknologi semakin berpengaruh terhadap semua aspek
kehidupan, sebagian besar penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi
yang penting adalah penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan
sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi
penting bagi agama, Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin
terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam
menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular
semakin meluas. Watak masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak
terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama,
praktek agama, dan kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit.
2.2.2. Pelembagaan
Agama
Pelembagaan agama
adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing, membina dan mengayomi suatu
kaum yang menganut agama. Pelembagaan Agama di Indonesia yang mengurusi
agamanya
1.
Islam : MUI
MUI atau Majelis Ulama
Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi ulama, zu’ama, dan
cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum
muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7
Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 di Jakarta,
Indonesia.
2.
Kristen
a.
Kristen :
Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI)
PGI (dulu disebut Dewan Gereja-gereja di Indonesia –
DGI) didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta sebagai perwujudan dari kerinduan
umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai Tubuh
Kristus yang terpecah-pecah. Karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan
pembentukannya adalah “mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.”
b.
Katolik :
Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI)
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI atau Kawali)
adalah organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia dan
bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama dalam tugas pastoral memimpin
umat Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada
di atas maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak mempunyai cabang di daerah.
Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para Uskup di
Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI bekerja
melalui komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006 anggota KWI
berjumlah 36 orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia (35 keuskupan)
ditambah seorang uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2 uskup).
3.
Hindu : Persada
Parisada Hindu Dharma
Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis tertinggi umat Hindu Indonesia.
4.
Budha : MBI
Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat
Buddha di Indonesia. Majelis ini didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada
hari Asadha 2499 BE tanggal 4 Juli 1955 di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha
Gaya, Watugong, Ungaran, Jawa Tengah, dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika
Indonesia (PUUI) dan diketuai oleh Maha Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.
5.
Konghucu :
Matakin
Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (disingkat
MATAKIN) adalah sebuah organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di
Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tahun 1955.
Keberadaan umat beragama Khonghucu beserta
lembaga-lembaga keagamaannya di Nusantara atau Indonesia ini sudah ada sejak
berabad-abad yang lalu, bersamaan dengan kedatangan perantau atau
pedagang-pedagang Tionghoa ke tanah air kita ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok
yang berlangsung sekitar abad ke-3 Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi salah
satu di antara Tiga Agama Besar di China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman
dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum Masehi telah dijadikan Agama
Negara.
2.3.
Agama, Masyarakat dan Konflik
Dalam perjalannya
sejarah, sejak kepercayaan animisme dan dinamisme sampai monotheisme menjadi
agama yang paling banyak dianut di muka bumi ini agama hampir selalu
menciptakan perpecahan. Sebagai contoh, dalam agama India, khususnya
Hindu-Budha, agama yang dibawa Sidharta Gautama ini merupakan rekasi dari ekses
negative yang di bawa oleh agama Hindu. Walaupun agama Budha disebarkan dengan
damai namun dapat dengan jelas terlihat bahwa masalah pembagian kasta dalam
bingkai caturvarna menjadi masalah utama. Pada awalnya memang pembagian kasta
ini merupakan spesialisasi pekerjaan, ada yang menjadi pemimpin agama, penguasa
dan prajurit, dan rakyat biasa. Namun, dalam perjalannya terjadi penghisapan
terutama dari pemimpin agama, prajurit, dan penguasa terhadap rakyat jelata.
Implementasi yang salah dari caturvarna inilah yang diprotes dengan halus oleh
Budha yang pada awalnya tidak menyebut diri mereka sebagai agama, tetapi
berfungsi menebarkan cinta kasih terhadap sesama mahluk hidup, bukan saja
manusia, tetapi juga hewan, dan tumbuhan. Sebagai reaksi dari meluasnya
pengaruh Budha, Otoritas Hindu kemudian mengadakan pembersihan terhadap
pengaruh Budha ini. Namun demikian, karena ajaran Budha lebih bersifat
egaliter, usaha otoritas hindu ini menemui jalan buntu, bahkan agama Bundha
sendiri dapat berkembang jauh lebih pesat dari pada agama Hindu, dan mendapat
banyak pemeluk di Negara Tiongkok di kemudian hari.
Selain itu unsur
konflik yang terbesar terjadi pula pada pengikut agama terbesar di dunia yaitu
Abraham Religions, atau agama yang diturungkan oleh Abraham, yaitu Yahudi,
Nasrani, dan Islam. Tulisan ini hanya membatasi pada penggambaran konflik di
antara ketiga agama tersebut, bukan pada konflik intern dalam masing-masing
agama tersebut. Inti dari agama-agama Abraham ini adalah akan datang nabi
terakhir yang akan menyelamatkan dunia ini. Hal yang menjadi masalah utama
adalah tidak ada kesepakatan diantara ketiga agama tersebut tentang siapa nabi
yang akan datang tersebut. Pihak Yahudi menyatakan belum datang nabi terakhir
itu, sedangkan pihak Nasrani mengatakan Nabi Isa (Yesus Kristus) adalah nabi
terakhir, lalu Islam mengklaim Nabi Muhhamad sebagai nabi terakhir. Keadaan ini
kemudian semakin diperparah ketika tidak ada pengakuan dari masing-masing agam
yang masih bersaudara tersebut. Ketika berbagai unsure non-theologis, khususnya
politik, ekonomi, dan budaya, menyusup ke dalam masalah ini, konflik memang
tidak dapat dielakkan.
2.3.1. Faktor Konflik Agama
Terjadinya
konflik tersebut tentunya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1.
Karena tidak
adanya keampuhan Pancasila dan UUD 45 yang selama ini menjadi pedoman bangsa
dan negara kita mulai digoyang dengan adanya amandemen UUD 45 dan upaya
merubah ideologi negara kita ke ideologi agama tertentu.
2.
Kurangnya rasa
menghormati baik antar pemeluk agama satu dengan yang lainnya ataupun sesame
pemeluk agama.
3.
Adanya
kesalahpahaman yang timbul karena adanya kurang komunikasi antar pemeluk agama.
2.3.2. Contoh
Konflik dalam Agama
a.
Konflik Poso
Dalam laporan Pemda
Poso tertanggal 7 Agustus 2001 dinyatakan antara lain bahwa kerusuhan Poso
diawali sebuah kasus kriminalitas biasa (perkelahian) antara beberapa oknum
pemuda. Namun dalam waktu singkat berkembang sedemikian rupa menjadi isu SARA,
sehingga mengundang konflik massa yang tidak terkendali dan mengakibatkan
timbulnya kerusuhan. Berkembangnya masalah kriminalitas tersebut menjadi isu
SARA tidak berjalan dengan sendirinya, tetapi telah dimananfaatkan dan direkayasa
sedemikian rupa menjadi sebuah isu SARA oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab dengan latar belakang kepentingan tertentu. Karena itu persoalan yang
memicu timbulnya kerusuhan bukanlah masalah SARA, tetapi masalah kriminalitas
yang dikemas dalam simbol-simbol SARA.
Dari laporan
jurnalistis, konflik Poso disebut sebagai tragedi tiga babak. Kerusuhan pertama
berlangsung tanggal 25-30 Desember 1998, yang kedua 15-21 April 2000,sedangkan
kerusuhan ketiga tanggal 23 Mei-10 Juni 2001. Rentetan peristiwa kerusuhan Poso
menurut paparan Sinansari Ecip dan Darwin Daru, konflik Poso dimulai dari
kerusuhan pertama pada tanggal 25 Desember 1998 (kebetulan Natal dan bulan
puasa) karena pertikaian dua pemuda yaang berbeda agama. Pertikaian itu terus
berlanjut hingga mengundang kelompok massa untuk melakukan aksi yang anarkis.Konflik
individual ini kemudian melibatkan kelompok pemuda agama (masing-masing
perwakilan dari korban dan pelaku yang berbeda agama) yang berlanjut ke
pembakaran toko dan rumah-rumah warga yang sebelumnya tidak terlibat.
b.
Bentrok di
kampus Sekolah Tinggi Theologi Injil Arastamar
Adanya bentrok di
kampus Sekolah Tinggi Theologi Injil Arastamar (SETIA) dengan masyarakat
setempat hanya karena kesalahpahaman akibat kecurigaan masyarakat setempat
terhadap salah seorang mahasiswa SETIA yang dituduh mencuri, dan ketika telah
diusut Polisi tidak ditemukan bukti apapun. Ditambah lagi adanya preman
provokator yang melempari masjid dan masuk ke asrama putri kampus tersebut. Dan
bisa ditebak, akhirnya meluas ke arah agama, ujung-ujungnya pemaksaan penutupan
kampus tersebut oleh masyarakat sekitar secara anarkis.
c.
Konflik
Palestina dengan Israel
Konflik antara
Palestina dan Israel telah berlangsung lama sejak tahun 1947. Pada masa itu
tepatnya pada bulan Mei, dilakukan pembagian wilayah antara Israel dan
Palestina yang dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hasil dari
pembagian wilayah adalah 54% dari wilayah diserahkan untuk Israel sedangkan
sisanya untuk Palestina yakni 46%. Apabila ditinjau dari segi jumlah penduduk
yang ada antara Israel dan Palestina, prosentase masyarakat Israel yakni bangsa
Yahudi hanya berkisar 31,5 % dari populasi yang ada. Hal inilah yang
menimbulkan reaksi balik dari rakyat Palestina yang memperjuangkan kemerdekaan
di tanah mereka sendiri. Sementara bangsa Yahudi menganggap pembagian yang
telah dilakukan itu tidaklah cukup. Mereka menginginkan wilayah yang lebih
luas. Sejak itulah terror yang meluas terhadap rakyat Palestina. berlangsung.
Pada tanggal 9 April 1948 dilancarkan pembantaian massal, serangan yang
dilakukan milisi Irqun dan sebanyak 259 penduduk tewas. Selanjutnya pada
tanggal 14 Mei 1948 bangsa Yahudi
mendeklarasikan kemerdekaannya sebagai negara Israel. Tanah yang menjadi
sengketa antara kedua bangsa merupakan koloni dari Inggris setelah perang dunia
I. bangsa Yahudi menginginkan negrinya berdiri sendiri diatas tanah tersebut
sementara di tanah tersebut juga didiami bangsa Palestina. Populasi bangsa
Yahudi saat itu hanya 56.000 sedangkan Palestina mencapai satu juta.
Sengketa ini terus
berjalan seiring dengan tekanan yang dilakukan oleh penguasa Israel. Tentara
Israel melakukan penyerangan salah
satunya adalah Ramallah, di kawasan Tepi Barat , Palestina. Israel mengawali
blokade di Ramallah dengan mengirim anggota Batalion Egoz. Tentara Israel
memburu warga Palestina khususnya yang dianggap sebagai teroris Kondisi seperti
itu membuat warga dan petinggi pemerintah Palestina meradang. Apalagi respon
dunia khususnya Amerika Serikat sangat lambat. Bahkan hampir dapat dikatakan
tidak ada tindakan berarti untuk menyetop pendudukan di jantung Palestina. Di
kota itu, sejak tahun 1996, seiring ditariknya pasukan Israel otoritas
Palestina di bawah Arafat mengatur dan mengendalikan roda pemerintahan layaknya
sebuah negara. Kota ini dipilih sebelum ibu kota definitive Palestina yaitu
Yerussalem terwujud.Selain mengepung dan menyerang kota Ramallah pasukan Israel
juga melakukan serangan kilat ke Tepi Barat. Hanya dalam waktu kurang dari tiga
hari, Kota Jenin, Tulkarem, Betlehem Qalqilya dan Nablus di Tepi Barat secara
de facto berada dalam kontrol Israel.
Rakyat Palestina yang
merasa terusir dari daerah yang mereka diami selama ratusan tahun tidak tinggal
diam saja. Mereka terus melancarkan perang terhadap Israel sehingga muncullah
perang yang terjadi antara tahun 1948, 1967 dan tahun 1971. Perjuangan rakyat Palestina untuk merebut
kembali wilayahnya bergabung dalam suatu organisasi yaitu PLO. September tahun
1982 terjadi pembantaian besar-besaran atas pengungsi Palestina di kamp
pengungsian Sabra dan Shatila yang menewaskan 2700 pengungsi hanya dalam waktu
1 jam. Palestina sendiri akhirnya membentuk milisi yang dikenal dengan
Intifada.Perlawanan dari rakyat Palestina bergulir sejak tahun 1987. Israel
sendiri berusaha untuk meredam dengan upaya memberikan konsensi pada perjanjian
Oslo di tahun 1993 mengenai kesepakatan antara Israel dan Palestina yang akan
memberikan kesempatan kemerrdekan bagi bangsa Palestina telah dilanggar pada
tahun 1998. Harapan rakyat Palestina atas kemerdekaannya dengan berdirinya
Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan ibukota Yerusalem Timur ternyata
mengalami kegagalan karena perjanjian tersebut dianggar oleh Israel.Sebaliknya
dengan perjanjian tersebut semakin memperjelas kuatnya kontrol Israel atas
daerah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Kebijakan apartheid yang membedakan waran dan
bersifat sangat diskriminatif diterapkan. Israel sendiri telah menguasai
perekonomian di daerah Tepi Barat baik tanah maupun sumberdaya alamnya, dengan
ditopang dengan kekuatan militer yang berfungsi untuk terus mengawasi rakyat
Palestina. Perlawanan Intifada bergolak pada akhir September 2001 setelah
terjadiya bentrokan antara Palestina dan Israel dipicu oleh kedatangan Ariel
Sharon yang dianggap bertanggungjawab atas pembantaian di kamp pengungsian
Sabra dan Shatila. Pada bentrokan ini 7 orang Palestina tewas dalam Mesjid Al
Aqsa.Sampai saat ini konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel terus
berlanjut sementara berulang kali telah dilakukan perjanjian-perjanjian
perdamaian antara kedua belah pihak tetapi terus menerus mengalami kegagalan
diakibatkan oleh pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
2.3.3. Penanganan Konflik agama
Adapun cara mengatasi konflik dapat dilakukan
dengan cara-cara berikut:
1.
Mempelajari
penyebab utama konflik.
2.
Bersikap
toleransi, memberi kesempatan dan kebebasan antar umat beragama untuk melakukan
ibadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing agama.
3.
Bersikap saling
menghargai, tidak saling melecehkan antara satu agama dengan agama yang lain.
4.
Pengawasan lebih
aparat keamanan. Pengawasan lebih bagi aparat keamanan baik pada hari raya
maupun tidak untukmenjaga kenyamanan masyarakat dalam beribadah.
5.
Menguatkan
ideologis nasionalis sebagai bangsa yang sama dan negara yang sama.
6.
Harus adanya
kesepakatan dari kedua belah pihak untuk saling menghargai dan saling percaya.
7.
Menjalin
komunikasi antar umat beragama.
2.3.4. Upaya Antisipasi Konflik
Agama
Upaya
yang perlu ditempuh unuk menantisipasi konflik agama antara lain :
1.
Dalam menangani
konflik antaragama, jalan terbaik yang bisa dilakukan adalah saling mentautkan
hati di antara umat beragama, mempererat persahabatan dengan saling mengenal
lebih jauh, serta menumbuhkan kembali kesadaran bahwa setiap agama membawa misi
kedamaian.
2.
Tidak
memperkenankan pengelompokan domisili dari kelompok yang sama didaerah atau
wilayah yang sama secara eksklusif. Jadi tempat tinggal/domisili atau
perkampungan sebaiknya mixed, atau campuran dan tidak mengelompok berdasarkan
suku (etnis), agama, atau status sosial ekonomi tertentu.
3.
Masyarakat
pendatang dan masyarakat atau penduduk asli juga harus berbaur
atau membaur atau dibaurkan.
atau membaur atau dibaurkan.
4.
Segala macam
bentuk ketidakadilan struktural agama harus dihilangkan atau
dibuat seminim mungkin.
dibuat seminim mungkin.
5.
Kesenjangan
sosial dalam hal agama harus dibuat seminim mungkin, dan sedapat – dapatnya
dihapuskan sama sekali.
6.
Perlu
dikembangkan adanya identitas bersama (common identity) misalnya kebangsaan
(nasionalisme-Indonesia) agar masyarakat menyadari pentingnya persatuan dalam
berbangsa dan bernegara.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kaitan agama dengan
masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan
sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional
tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut
menimbulkan relegi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman
agamanya para tasauf.
Bukti di atas sampai
pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan
ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber
motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali kepada konsep
hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan
terefleksikan pada tindakan sosial, dan individu dengan masyarakat
seharusnyalah tidak bersifat antagonis.
3.2 Saran
Dengan dibuatnya
makalah ini kami mengharapkan kepada pembaca agar bisa memahami dan dapat
menerangkan hubungan antara agama dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Harwantiyoko dan Neltje F. Katuuk. 1997.
MKDU Ilmu Sosial Dasar.Jakarta: Pernerbit Gunadarma
Hinggo, Huda. 2015. Makalah Agama dan
Masyarakat. http://hudhanewblog.blogspot.co.id. Diakses tanggal 19 Desember
2015
Adityawan. 2012. Ilmu Sosial Dasar
(Agama dan Masyarakat). https://adytiawan.wordpress.com. Diakses tanggal 19
Desember 2015
Sholihat Nuraini. 2014. Makalah Ilmu
Sosial Dasar “Agama dan Masyarakat”. http://laporannurainisolihat.blogspot.co.id/.
Diakses tanggal 19 Desember 2015
Paramitha Bunga. 2014. Konflik Antar Agama di Indonesia. http://bungaparamithaalleny.blogspot.co.id/. Diakses tanggal 19 Desember 2015
Heri Teguh. 2014. Makalah : Konflik
Internasional Sengketa Palestina Dan Israel. http://springsensor.blogspot.co.id/. Diakses tanggal 19 Desember 2015
0 komentar